Keindahan panorama alam di sore hari menyejukkan mataku yang lelah, Angin bertiup kencang menghempas kaca helmku, pelukan tangan hangat dari sang kekasih membelai pinggangku. Tak disangka keadaan ini tak berlangsung lama. Tatkala Aku menyalip Kijang yang melaju dengan kecepatan yang lebih pelan dari motorku, dari depan terlihat sebuah truk yang melaju cukup kencang dan sepertinya tak menghiraukan sesuatu didepannya. Celaka nian saat Aku dan Tyas, kekasih baruku, berada di posisi yang terjepit ini.
”Arko..awas truk!!!” teriakan Tyas makin membuatku bingung.
Sontak aku mencoba mengerem laju motorku, Tyas pun menjerit ketakutan. Dan kecelakaan itu pun terjadi. Aku terpelanting ke luar dari bahu jalan dan mendarat di sebuah pekarangan rumah orang,sekilas Aku melihat motorku remuk berantakan di bawah truk, dan Aku pun melihat Tyas bermandikan darah tak jauh dari truk. Tak lama kemudian Aku tak bisa merasakan apa-apa, bayangan hitam menyelimuti arah pandang mataku, dan semuanya pun menjadi gelap gulita.
***
Embun pagi tak terasa tlah membasahi wajahku, kicau burung nan indah tak henti-hentinya menambah kesejukan pagi ini. Hari yang cerah setelah satu minggu menempuh orientasi mahasiswa yang dikenal dengan OSPEK, suatu ajang unjuk kebolehan para senior mempermainkan juniornya. Akhirnya, hari ini datang juga, hari kebebasan. Tak ada lagi terdengar makian dan umpatan para senior yang menyebalkan itu. Hari ini hari pertama Aku memulai perjalananku di bangku kuliah. Tempat dimana banyak anak-anak muda sekarang membangun jati diri mereka sebenarnya.
Kupacu sepeda motorku dengan kecepatan sedang, tak berapa lama sampailah Aku di kampusku yang baru. Banyak mahasiswa baru yang belum percaya dengan lingkungan ini, termasuk Aku, Aku masih merasa canggung berada di kampus ini. Tapi inilah tempat yang dinanti-nanti setelah Aku lulus kemarin.
Saat aku masuk kampus ditelingaku terdengar seperti ada yang memanggil namaku. Oh ternyata Sandy, teman OSPEKku kemarin.
”Arko, apa kabar hari ini, Sob?” seru Sandy.
“Baik banget San, udah bebas nih sekarang, nggak ada lagi gangguan para senior.” jawabku.
”Husssh...jangan keras-keras ntar kalau ada senior yang dengar gimana? Bisa mampus kita.” ungkap Sandy.
”Ah, udah lah ngga usah dipikirin, senior udah ngga punya hak buat nggangguin kita. Udah lah ayo masuk kelas. Kita ngambil mata kuliahnya sama kan?” ajakku.
”Iya lah, mahasiswa baru semuanya juga ngambil mata kuliahnya sama. Ayo ah!” tukas Sandy.
Saat memasuki ruang kelas, sudah terlihat anak-anak baru berdatangan menunggu kuliah pertamanya. Aku dan Sandy memilih bangku paling belakang. Tak lama setelah itu, seorang cewek dengan tubuh langsing dan pakaian yang rapi menghampiriku.
”Sory Mas, tempat ini kosong kan?” tanya cewek itu.
”Eh iya Mba, ini kosong kok.” jawabku.
”Boleh saya duduk di sini?” pintanya.
“Oh tentu, silakan.” tukasku.
Sepintas cewek di sebelahku ini biasa-biasa saja. Tapi kalau dipandang lekat-lekat, lumayan manis juga. Basa-basi dulu deh.
“Hmmfh...kuliah pertama semoga dosennya menyenangkan.” kataku membuka topik pembicaraan.
“Iya nih kalau dosennya killer gimana?” jawab Sandy.
Aduh, bukan jawaban Sandy yang aku harapkan, tapi cewek ini. Tak berapa lama kemudian cewek ini juga mengatakan sesuatu.
“Yah, pemikiran pertama aja udah buruk, gimana ntar ngejalaninnya. Contoh donk Mas ini. Maaf Mas namanya siapa?”
Wah, kebeneran nih, dia yang ngajak kenalan dulu, nggak perlu repot-repot cari kata-kata nih.
”Oh saya Arko dari Temanggung dan ini teman OSPEK saya, Sandy dari Surakarta.” jawabku.
”Saya Tyas dari Jogja. Ternyata kita orang Jawa semua ya?” jawab Tyas.
”Hahaha....Emang Universitas ini lakunya cuma sama anak Jawa, mana mau orang-orang metropolitan kuliah di sini. Ini kan Universitas ndeso.” Sandy berkata.
”Eh, jangan kayak gitu San, orang Jakarta juga ada yang kuliah di sini kok, buktinya temen OSPEKku, si Maria kuliah di sini, dia kan anak Jakarta.” tukas Tyas.
”Ehm bener juga kata Tyas San, nggak semua orang metropolis nggak mau kuliah di sini, mungkin anak-anak yang kuliah di sini itu bukan buat main-main. Kuliah ya kuliah, buat menuntut ilmu, bukan buat ajang pamer.” kataku
”Haha..bener banget Ko, bijak banget sih kamu.” jawab Tyas.
”Bijak..baru pertama, nih cewek udah ngatain Aku bijak, jadi GR nih.” pikirku.
”Iya deh Aku salah, emang nggak semua anak metropolitan punya pikiran yang sama kok. Eh, tuh dosen udah dateng. Dengerin..dengerin.” sela Sandy.
Itulah obrolan pertamaku dengan Tyas. Dari sinilah wangi cinta menuntun langkahku untuk terus mendekati cewek manis ini. Pertemananku dengan Tyas sudah lebih dari satu semester. Di semester dua ini aku berniat untuk menjadikannya sebagai seorang kekasih.
Sepertinya moment penembakan cukup bagus ketika ada pengumuman akan diadakannya Camping Campus yang dikhususkan untuk mahasiswa baru. Saat inilah Aku akan menyatakan cintanya kepada Tyas.
Acara Camping Campus merupakan acara yang paling dinanti-nanti mahasiswa baru karena ini merupakan acara untuk ber-refreshing setelah berhari-hari berkutat pada kuliah, tugas-tugas, praktikum, dan laporan, hal-hal yang membuat anak-anak baru yang belum terbiasa akan mengalami kejenuhan. Acara ini seru abis, mulai dari sekedar ngingetin kita udah jadi mahasiswa, ada debat kelompok, ada juga games, serta buat nambah kekompakan antar mahasiswa baru, ada outbond juga.
Malamnya, kita ada acara keakraban antar mahasiswa baru, di sini kita dapat mengekspresikan semua yang kita punya dan kita inginkan. Sepertinya inilah waktu yang tepat untuk mengatakan perasaanku ke Tyas. Setelah ini adalah giliranku berekspresi. Aku harus bersiap-siap nih, Aku mengambil bunga mawar putih yang kemarin tak lupa ku selipkan di tas ranselku.
”Teman-teman, malam ini Saya hanya akan mengekspresikan perasaan Saya kepada seseorang diantara kalian. Saya sudah memendam perasaan ini sejak lama, sejak kita bersama-sama menginjak bangku kuliah untuk pertama kalinya. Dia gadis yang cantik, manis, baik dan ramah. Semua orang pasti menyukainya. Baiklah mawar putih, tuntunlah diriku menemui sang gadis itu.”
Aku menyusuri kerumunan orang-orang yang melihatku dan bertepuk tangan tatkala Aku menyerahkan mawar itu kepada Tyas. Tyas sontak kaget melihatku menyodori mawar putih itu. Tapi hatiku tak goyah, aku tetap mengatakan perasaanku.
”Tyas, sudah lama Aku memendam perasaan ini kepadamu. Bersediakah Kau menjadi kekasihku. Jika ya, ambillah mawar putih ini, jika tidak buang mawar putih ini dari hadapanmu.”
Aku menutup mata dan berharap Tyas menerima mawar putih ini. Ternyata benar, Ia mengambilnya.
”Aduh Arko, kalau kamu mau tahu, kamu adalah orang pertama yang berani mengatakan cintanya kepadaku. Aku juga sangat senang bisa berkenalan dengan kamu. Perlu kamu tahu juga, Aku juga sudah lama suka sama kamu. Makasih ya Arko.”
”Makasih juga, Sayang.”
Riuh rendah tepuk tangan menggelora di sekeliling kami. Hatiku rasanya campur aduk antara perasaan senang, malu, dan lain-lain. Akhirnya, Aku bisa juga menyatakan cinta ke Tyas, semoga ini awal yang baik untuk memulai perjalanan cintaku dengan Tyas.
Saat kembali ke kampus, banyak anak-anak yang bersorak sorai melihat kita berdua jalan di depan mereka. Tak masalah bagiku, sepanjang mereka tak berbuat jahat yang dapat memutuskan tali cinta kita.
Sudah 2 minggu Aku dan Tyas berpacaran. Mengingat besok adalah hari libur, hari ini Aku akan mengajak Tyas pergi jalan-jalan ke taman kota. Aku menjemput Tyas di kos-kosannya sekitar pukul 4 sore. Di tengah perjalanan, kecelakaan maut itu pun terjadi, yang kupikirkan hanyalah Tyas yang tergeletak tak jauh dari Truk itu, sesaat terlihat sebelum Aku tak sadarkan diri.
Aku tersadar telah berada di sebuah tempat tidur di rumah sakit dengan luka yang menggigiti seluruh tubuhku. Di sekelilingku ada teman-teman kuliah, kedua orang tuaku dan beberapa saudara-saudaraku tersenyum melihat aku membuka mata.
”Alhamdulillah, Arko. Kamu sudah siuman. Istirahat dulu ya, Nak.” Ibuku berkata.
”Bu, mana Tyas, Aku ingin menemuinya Ibu, Aku ingin meminta maaf kepadanya atas semua kejadian ini.” kataku.
”Tyas, dia....” Ibuku memutus kalimatnya.
”Dia kenapa Bu?” tanyaku
”Ehm, Arko..Tyas sudah tiada, Ko.” kata Sandy.
”Apa? Bohong kamu San? Bu, Tyas ada di mana sebenarnya?” pintaku butuh kejelasan.
“Sandy benar Ko, Tyas sudah dipanggil Yang Kuasa. Dia meninggal di tempat kejadian sewaktu kalian kalian kecelakaan.” jawab ibuku.
”Nggak mungkin, kenapa tidak diriku saja yang kau ambil ya Tuhan, kenapa mesti Dia.”
”Sudahlah, Ko. Relakanlah kepergiannya. Doakan Dia tenang di sisi-Nya.”
Semenjak berita itu, hidupku hancur dan berantakan. Sesaat terlintas pikiran untuk mengakhiri hidupku agar Aku bisa menemani dirinya. Namun, banyak teman-teman yang terus menghiburku. Perlahan-lahan aku mengerti, Aku telah merelakan kepergian Tyas yang sangat menyedihkan. Saat itu saat Aku melihat Tyas tergeletak tak jauh dari Truk itu adalah saat terakhir Aku melihat dirinya, dan saat terakhir Aku melihat jasad kekasihku tergeletak tak berdaya dan berlumuran darah. Walau begitu, Aku takkan pernah melupakan kisah cintaku dengan Tyas yang baru berjalan singkat, kisah cinta ini akan selalu terjalin walau kita telah berada di tempat berbeda. Aku akan menyimpan kenangan manis ini bersamamu selalu untuk selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar