Jumat, 17 Oktober 2014

Metafora


Metafora 

Ingatkah, kata tersebut kau pelajari saat duduk di bangku SMP?

Metafora merupakan majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Penggunaan kata atau kelompok kata bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Tapi tulisan ini bukan tentang mempelajari majas metafora itu, melainkan fungsi kalimat atau kata metafora dalam kehidupan. 

Bukankah metafora itu sudah menjadi gaya hidup jaman sekarang? 

Lihatlah metafora digunakan sebagai penyatu rayuan-rayuan gombal yang sering digembar-gemborkan para lelaki pencari cinta. Ya benar memang demikian, karena wanita suka metafora. Tapi ada juga wanita yang menganggap para lelaki yang bermetafora itu terlalu picisan. Ah bukankah dalam lubuk hati kecilnya menganggap lelaki itu cukup sopan dalam bertutur kata. Yah walaupun modal googling juga bisa untuk bermetafora. 

Metafora 

Bermetafora bukan berarti terlalu picisan. Entah apapun yang kau pikirkan tentang ini. Tapi ini adalah gambaran hati. Lukisan indah yang manusia rancang dari angan-angan semu. Mungkin. Bukankah dengan bermetafora menjadikan hatimu nyaman. Benarkah nyaman? Atau malah sakit karena itu semua semu. 

Tunggulah, karena angan-angan semu saat bermetafora itu akan menjadi realita jika diikhtiarkan dengan doa kepada Sang Khalik. Kau harus percaya terhadap gambaran takdir yang akan kau jalani itu penuh lika-liku. Bukankah lebih nyaman jika kita menjalaninya dengan metafora. Lalu ada beberapa orang yang mengatakan, “Lantas menurutmu hidup itu permainan?” Bagaimana aku bisa menjawabnya? Bukan aku yang menganggap hidup itu permainan, aku hanya menjalani hidup dengan metafora, dengan perbandingan analogis, sehingga hidup yang terkadang susah tak menjadi mubah, terkadang menemui orang yang bengis menjadi terlihat manis. 

Aku hanya ingin menikmati hidup dengan bermetafora. Seperti ketika jatuh cinta. Aku juga tak menyalahkan perasaan yang entah datang darimana tiba-tiba menjadi luka yang tak kunjung sembuh ketika mengetahui dia tak mempunyai perasaan yang sama. Ya, itu karena memang terlalu terburu buru ingin mengetahui sebuah rasa. Lebih baik bermetafora bersama kata-kata indah. Dan kau pun bebas berekspresi tanpa menimbulkan luka satu sama lain. Kau bebas berinteraksi dengan jiwamu yang sedang berbahagia lewat tulisan. Kau pun tak perlu mengungkap semua itu kepadanya, seseorang yang kau cinta. Kau cukup menunggu kejutan dari-Nya. Karena kau tahu? Kejutan dari-Nya lebih indah daripada kejutan dari seseorang yang saat ini kau cinta.

Jumat, 10 Oktober 2014

Sembari Menunggu

Melihat kamu menapaki rute itu sangat membuatku haru. Haru melihatmu tersenyum bahagia bersama seseorang yang ku anggap baru. Meskipun ku tau itu bukan baru menurutmu, hanya seorang teman lama yang baru dipertemukan sekarang. Teman lama yang telah tertulis dalam Lauhul Mahfuz ciptaan-Nya. Teman lama yang tak engkau genggam kuat selama ini, karena jika tergenggam kuat, layaknya pasir, dia akan terlepas, sehingga kau tak bisa bersanding dengannya hingga kini. Kata orang itu yang namanya jodoh. Ah menyebut kata itu sepertinya sudah tidak asing lagi bagiku, bagi perempuan berumur ¼ abad mungkin kata jodoh adalah sebuah kata yang membuat sensitif. Bukankah setiap menghadap kepada-Nya selalu tak lupa disebutnya? Sebenarnya sensitif itu bukan karena takut, tetapi karena tak mengerti apa yang harus dilakukan. Sudah siapkah bertemu dengan teman lama itu? Apakah hanya duduk diam disini menunggu kehadiranmu? Bukankah dalam agama dianjurkan untuk berikhtiar? Entah teman lama seperti apa yang telah Tuhan persiapkan. Sembari menunggu, bukankah bisa melakukan ikhtiar, minimal mengindahkan jiwa, hingga teman itu hadir. Mengindahkan jiwa hingga tak sensitif jika kata jodoh kembali disebut.

Untuk yang sedang mengindahkan jiwa
Untuk yang sedang menanti teman lama
Siapkah kita menerima kehadirannya?