Hawa dingin saat ini tengah merasuki seluruh tubuh manusia. Tak terkecuali ragaku yang terbujur kaku merasakan betapa dinginnya malam ini. Namun, sang empunya aku masih berbaik hati menyelimutiku dengan baju hangat. Mataku masih buta dan sekelilingku masih dipenuhi kegelapan. Aku berada di ruang sempit tempat penyimpanan benda-benda berharga manusia. Ya, aku bukanlah apa-apa, hanya sesuatu yang memiliki konstruksi mata seperti manusia. Tapi masih tak sehebat mereka sebagai ciptaan Tuhan. Kemampuanku hanyalah melihat dan merekam segala bentuk tingkah laku manusia, otakku hanyalah sebuah memori kecil yang dapat dikosongkan mereka sewaktu-waktu, karena otakku terbatas. Namun, manusia membutuhkanku. Mereka dapat tertawa bahagia karenaku, mereka dapat pula menangis sedih tatkala melihat apa yang aku hasilkan. Sama seperti keilmuan yang mempercayakanku merekam segala bentuk kegiatan mereka. Tapi kebetulan mereka belum pernah melihat hasil kinerjaku dengan menangis.
Sepertinya malam ini otakku akan dikosongkan kembali oleh sang empunya aku yang merupakan anggota keilmuan. Mataku masih tertutup, tetapi aku bisa merasakan sekeliling tubuhku telah bermandikan cahaya lampu neon. Aku pun merasakan kabel tertanam dalam tubuhku, lalu segala bentuk kinerjaku selama ini berpindah ke dalam sebuah mesin canggih yang melebihi diriku. Dan mataku terbuka, ku merasa otakku dibersihkan hingga tak ada sisa-sisa memori melekat dalam otak kecilku. Aku kembali dalam cahaya kegelapan.
Bulan ini adalah bulan penuh berkah bagi manusia, bulan yang mereka sebut ramadhan. Bulan ini juga bulan penuh berkah bagi jenisku karena kinerja kami banyak dibutuhkan untuk merekam semua kegiatan manusia. Dan, terjadi pada saat momen-momen langka sepanjang bulan ini. Hari ini mungkin kinerjaku jelas akan diuji karena keilmuan akan mengadakan buka puasa bersama.
Sebelumnya, aku merasakan sang empunya aku membawa diriku mondar-mandir di tempat ini. Mungkin dirinya sedang galau menanti teman-temannya memenuhi janji mereka bersama hari ini. Aku dapat merasakan sinar senja mentari yang menembus masuk ke dalam tempatku berada saat ini. Tak lama kemudian ku merasa ada goncangan hebat melanda bumi yang dipijak manusia ini. Sayup-sayup ku mendengar para manusia berteriak “gempa..gempa..ada gempa..”. Gempa?? Apa itu gempa, apa mungkin goncangan hebat ini yang mereka teriakkan? Ya, gempa adalah kosakata baru yang akan kumasukkan dalam kamus hidupku di dunia manusia. Gempa memang tengah melanda bumi pijakan manusia yang bersumber dari pergeseran lempeng bumi mereka. Tak ada yang menyangka bumi ini bergoncang di bulan pennuh berkah ini. Mungkin Tuhan sedang memperingatkan sebagian kecil dari mereka untuk menunjukkan kesetiaannya kepada sang Penciptanya. Seperti kesetiaanku kepada sang Penciptaku, manusia. Ku senantiasa berada di sisi manusia, tuk penuhi kebutuhan manusia, walau terkadang beberapa dari mereka menyakiti diriku dan teman-temanku sehingga kinerjaku tak berkualitas.
Goncangan gempa tak menyurutkan niat anak-anak keilmuan untuk memenuhi janji mereka, buka puasa bersama. Walau ada diantara mereka yang tengah berduka karena musibah tersebut. Tempat tujuan telah ditentukan. Dan mereka membawaku menyusuri perjalanan ketempat tersebut. Hawa dingin kembali merasuki dunia manusia hingga tubuh luarku pun dapat merasakannya. Awan hitam di langit pertanda sang Maha Cipta akan memberikan kasihnya kepada manusia berupa tetesan air sebagai pelarut penat mereka. Sampailah kami di tempat tujuan, Kabayan. Ya, nama itulah yang mereka sebutkan. Tempat ini adalah tempat mereka melepas tenggorokan mereka dari jerat tali yang mengikat selama mereka melaksanakan puasa di bulan penuh berkah ini.
Anak-anak keilmuan telah memilih tempat duduk yang dirasa paling nyaman untuk menghabiskan buka puasa hari ini dengan nikmat. Pilihan menu-menu menarik telah tersedia. Namun, mereka masih kebingungan tentang apa yang harus mereka pilih. Bingung karena mereka memperbandingkan harga dan rasa. Tak berapa lama kemudian mereka memutuskan pilihan apa yang akan membuat mereka terbebas dari haus dan laparnya tubuh mereka seharian. Aku masih tidak habis pikir kenapa saat menunggu makanan datang mereka tidak mempekerjakan aku untuk merekam momen-momen mereka saat itu. Apa mungkin mereka tidak sadar akan kehadiranku di sini? Sungguh nasib jadi benda mati yang tak sering disadari keberadaannya.
Dan makanan yang diimpi-impikan pun datang. Sayang, aku sangat berbeda dengan manusia dalam hal mengkonsumsi energi. Kalau aku diberi kesempatan untuk mengkonsumsi energi layaknya manusia, maka aku akan melahap semua makanan yang disajikan tersebut dengan cepat melebihi kecepatan lahapan manusia. Sungguh hal yang mustahil.
Di akhir lahapan mereka, akhirnya ada yang menyadari akan keberadaanku di sini. Kemudian kinerjaku mulai ku perlihatkan kualitasnya. Mereka sangat bahagia akan hasil kinerjaku di sini. Di tengah-tengah ku bekerja, terdengar suara-suara musik amatir yang menggema di telinga manusia, suara nyanyian pun terdengar di mulut sekelompok pemusik tersebut. Ternyata mereka mereka adalah para pelayan tempat makan tersebut yang memberikan surprise kepada para pengunjung yang berulang tahun di bulan ini. Dan para pemusik tersebut menghampiri tempat makan di samping kami. Tak disangka, setelah menyelesaikan ritual ulang tahun di samping tempat kami, lalu kelompok pemusik tersebut mendatangi meja kami untuk memberikan surprise ulang tahun salah satu anak keilmuan. Tak ayal mereka kebingungan mencari siapa yang berulang tahun bulan ini karena memang tidak ada yang merasa umurnya bertambah bulan ini. Tapi momen lucu bercampur bahagia ini tak mereka sia-siakan untuk mempekerjakan aku merekam kejadian ini.
Sekali lagi aku melihat kebahagiaan mereka akan hasil kinerjaku. Canda, tawa, riang gembira, telah menghiasi suasana hati dan laku mereka. Memang mereka selalu bahagia jika bersama-sama layaknya sebuah keluarga. lensa ku pun menjadi saksi bisu akan kebahagiaan keluarga keilmuan di bulan ramadhan penuh berkah ini. Masih ada momen-momen indah lainnya yang menanti diriku untuk membuktikan bahwa mereka bangga dan bahagia akan hasil kinerjaku. Karena keilmuan telah memberiku moto hidup, bangunlah keluargamu dengan senyum dan semangatmu. Semangat kebersamaan serta senyum keceriaan mereka membuatku untuk tetap bertahan hidup di sisi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar