Waktu
pemberian zat kimia sangat penting, seperti yang digambarkan pada percobaan Tuchman-Duplesis yang dikutip oleh Lu (1995), dengan 6-merkaptopurin yang
mengakibatkan cacat saraf dan mata atau anomali kerangka tergantung dari saat
pajanan. Namun, untuk penelitian teratologi rutin, zat kimia biasanya diberikan
selama periode organogenesis, suatu periode paling rentan untuk embrio. Oleh
karena itu, waktu yang tepat yang dapat dilakukan untuk mendapatkan efek yang
optimum adalah pada saat organogenesis. Hal ini disebabkan karena selama stadium
organogenesis kebanyakan sel embrional dalam bentuk ”blast” atau stadium diferensiasi
dan sel-sel tersebut sangat sensitif (Anderson dan Coning, 1988). Selain itu,
pada stadium organogenesis, sel secara intensif mengalami gerakan morfogenesis
dan organisasi, sehingga setiap gangguan dalam diferensiasi sel akan
menyebabkan kelainan bawaan. Kelainan tersebut dapat bervariasi mulai dari
kecacatan struktural (malformasi) hambatan pertumbuhan, penurunan fungsi organ
sampai kematian.
Pemberian senyawa kimia ke tubuh induk
dapat menyebabkan pengaruh langsung dan tidak langsung pada perkembangan organ,
kombinasi efek ini akan dengan mudah muncul selama periode organogenesis.
Pengaruh buruk yang terjadi dapat berupa letalitas atau kematian, teratogenik
dan toksik (Ariens et al., 1986).
Bentuk kelainan pada periode ini berupa cacat kelahiran, embrio letalitas dan
resorbsi fetus. Pemberian teratogen pada fase organogenesis akan merusak sel saat
diferensiasi yang menyebabkan pertumbuhan terganggu dan akan menimbulkan
abnormalitas, dalam proses pembentukan organ itu terjadi molekul baru
perpindahan sel, pertumbuhan dan koordinasi dari sistem tubuh sehingga zat ini
akan mudah berpengaruh (Sagi, 1999).
Malformasi yang terjadi khususnya pada
organ yang sedang mengalami perkembangan pada saat terpapar. Kejadian
malformasi meningkat sepanjang organogenesis awal. Semua sistem organ mulai
terbentuk, tetapi diferensiasi sel untuk membentuk suatu organ tertentu dimulai
pada hari tertentu pula, sehingga menyebabkan abnormalitas yang spesifik pula.
Kejadian kematian prenatal berkurang pada saat organogenesis tetapi terjadi
peningkatan kematian perinatal (kematian yang terjadi pada atau sekitar
menjelang partus) khususnya pada dosis yang lebih tinggi. Kejadian malformasi
yang relatif tinggi akan menurun drastis dengan bertambahnya perkembangan
organogenesis.
Periode organogenesis bervariasi untuk
setiap jenis. Periode rentan untuk beberapa jenis hewan dan informasi yang
berhubungan dengan itu tercakup dalam tabel 1.
Tabel 1 Penelitian Teratogenesis Pada Beberapa Hewan
Mengenai Waktu Efektif Pemberian Teratogen Untuk Mendapatkan Hasil Yang Optimum
|
Tikus
|
Mencit
|
Hamster
|
Kelinci
|
Usia induk pada awalnya
|
100-120 hari
|
60-90 hari
|
60-90 hari
|
Dewasa belum kawin
|
Periode pemberian dosis*
|
hari ke 6-15
|
hari ke 6-15
|
hari ke 5-10
|
hari ke 6-18
|
Seksio Caesaria*
|
hari ke 20
|
hari ke 17
|
hari ke 14
|
hari ke 29
|
Pembanding positif †
|
ASA, 250 mg/kg
|
ASA, 150 mg/kg
|
ASA, 250 mg/kg
|
6-aminonikotinamid 2,5 mg/kg
|
*
Hari 0 adalah ketika sperma ditemukan dalam vagina atau, pada kelinci, hari
terjadinya kopulasi atau inseminasi buatan.
†
ASA, asam asetilsalisilat, teratogen potensial pada hewan coba tertentu
meskipun hanya mampu menyebabkan perdarahan pada janin manusia dan hanya dalam
dosis besar.
DAFTAR REFERENSI
Anderson, D., dan D. M.
Conning. 1988. Experimental Toxicology, The Basic Principles. London: Royal
Society of Chemistry.
Ariens, E. J., E. Mutschler,
dan A. M. Simonis. 1994. Toksikologi Umum Pengantar (diterjemahkan oleh Yoke R.
Wattimena, Mathilda B. Widiyanto dan Elin Y. Sukandar). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sagi, M. 1999. Teratologi :
Panduan Kuliah S2 Program Studi Biologi. Yogyakarta: Laboratorium
Histologi-Embriologi Fakultas Biologi UGM.