Warga Surabaya dalam beberapa waktu terakhir diresahkan dengan adanya serangan serangga Tomcat atau kumbang Paederus yang tiba-tiba muncul dalam jumlah besar. Tidak sedikit warga yang tinggal di apartemen East Coast, Kenjeran, dan Wonorejo mengalami peradangan kulit (dermatitis) akibat serangga ini. Data terakhir menunjukkan setidaknya 13 kecamatan di Kota Surabaya yang terkena dampak serangan Tomcat.
Pakar Hama UGM, Dr. Suputa menyebutkan bahwa serangan Tomcat di Surabaya dikarenakan terganggunya habitat Tomcat di daerah hutan Mangrove yang berada di dekat Apartemen East Coast. Biasanya Tomcat hidup di daerah persawahan atau tempat-tempat lembab lainnya, salah satunya adalah hutan Mangrove. Kerusakan pada habitat Tomcat mendorong serangga ini mencari lingkungan yang baru sebagai tempat tinggal hingga merambah ke pemukiman penduduk.
Terkait merebaknya populasi dari predator wereng ini, Suputa menyampaikan bahwa terdapat sejumlah faktor penyebab kejadian ini. Selain minimnya keberadaan predator Tomcat, faktor musim juga berpengaruh terhadap peningkatan serangga ini. Pada musim penghujan, dengan kondisi kelembaban tinggi, populasi wereng yang merupakan pakan dari Tomcat meningkat. Ketersediaan pakan yang melimpah inilah memicu meledaknya populasi tomcat.
Suputa menuturkan bahwa serangga tersebut sebenarnya tidak berniat menyerang manusia. Merambahnya Tomcat ke pemukiman pendudukan dikarenakan tertarik pada cahaya atau lampu di rumah penduduk. “Sebetulnya kumbang ini tidak bermaksud menyerang. Namun saat merasa terganggu akan mengeluarkan racun paederin yang menyebabkan kulit meradang dan melepuh,” papar staf pengajar pada Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan ini.
Disampaikan Suputa, serangga paederus bersimbiosis dengan bakteri endosimibion dari genus Pseudomonas yang ada di dalam darah paederus. Serangga yang bersifat infektif membawa bakteri ini adalah serangga berjenis kelamin betina. “Serangga betina yang infektif membawa bakteri tersebut haemolymphnya mengandung paderin yang bersifat racun,” ungkapnya.
Apabila dirumah Anda menemukan Tomcat, Suputa menyarankan untuk lebih berhati-hati dan tidak melakukan kontak langsung. Hewan ini akan berbahaya apabila tergencet dan darahnya bersinggungan dengan kulit manusia. Yang perlu dilakukan hanya menghalau dengan tiupan atau kertas. “ Kalau petani sebenarnya sudah familier dengan paederus dan tidak pernah ada masalah karena tidak memukulnya. Sserangga ini tidak merugikan, tetapi justru membantu petani dalam mengendalikan hama wereng,” urainya.
Tomcat memiliki ciri tubuh memanjang berukuran sekitar 1cm. Kepala berwarna hitam, dada dan perut berwarna oranye. Memiliki dua pasang sayap yang tidak menutupi seluruh abdomen.
Sementara untuk pengendalian paederus, bisa dilakukan dengan menggunakan jebakan lampu. Apabila sudah banyak yang tertangkap selanjutnya dilepas di kebun untuk penyeimbang alam. “Kalau sudah tertangkap jangan langsung dibunuh, tetapi sebaiknya dilepas di alam untuk penyeimbang lingkungan,” jelasnya.
Namun, jika populasinya besar bisa dilakukan penyemprotan seperti yang telah dilakukan di beberapa daerah. Penyemprotan dilakukan dengan insektisida botani berbahan tumbuhan. “ Kalau jumlahnya banyak ya disemprot saja dengan insektisida botani yang mudah terdegradasi,” tukasnya.
Tomcat memang bisa menyerang siapa saja. Lantas bagaimana jika sudah terkena racun serangga ini?
dr. Niken Indrastuti, Sp.KK, pakar penyakit kulit Fakultas Kedokteran (FK) UGM mengatakan tindakan pertama yang harus dilakukan jika terkena serangga ini adalah dengan mencuci bagian tubuh yang bersentuhan dengan serangga menggunakan air atau sabun. “ Kalau sudah meradang maka perlu dikompres dengan air dingin, jangan di kasih minyak atau balsem karena akan memperparah iritasi,” katanya.
Pengobatan juga bisa dilakukan dengan mengoleskan salep Hydrocortisone pada daerah yang terluka. Namun, ditegaskan Novi, tidak semua kasus dapat diobati dengan Hydrocotisone, tergantung dari besaran dan tingkat keparahan iritasi. “ Sebaiknya kalau kondisi memburuk langsung dibawa ke rumah sakit atau dokter,” saran Novi.
Novi menyebutkan bahwa racun paederin tidak mematikan. Yang membahayakan apabila terjadi infeksi sekunder. “ Sebenarnya racun ini tidak berbahaya, tidak mematikan. Bahayanya kalau ada kuman yang masuk pada kulit yang terluka akan menyebabkan infeksi sekunder” tegasnya.
Penyakit yang terjadi karena racun paederin ini merupakan penyakit yang ditularkan melalui kontak dengan kulit. Selain menyentuh secara langsung serangga paederus, penularan dapat terjadi melalui kontak dengan barang-barang yang digunakan penderita seperti handuk dan pakaian. Guna mememinimalisir penularan, Novi menghimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan dengan tidak menggunakan barang-barang yang telah terkena racun padederin. “Jadi sebaiknya jangan memakai handuk yang telah digunakan untuk mengelap atau mengkompres luka penderita karena akan menularkan racun,” pungkasnya.
Sumber : UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar