Selasa, 17 Mei 2011
Enterobakter Sang Pembunuh Plasmodium
Kingdom Baru Ditemukan
Ilmuwan dari Inggris menemukan jenis makhluk hidup mikroskopis serupa jamur. Meski mirip, ilmuwan mengatakan bahwa makhluk hidup tersebut bisa jadi merupakan kingdom makhluk hidup baru, di luar jamur atau fungi, mikroba, tumbuhan, dan hewan.
Dugaan kingdom baru diawali dari hasil analisis genetika molekuler beberapa spesies yang dibawa ilmuwan dari lapangan. Ilmuwan menemukan bagian DNA yang terkait dengan jamur dan bagian lain yang menunjukkan perbedaan yang jelas dengan jamur.Para ilmuwan memberi nama cryptomycota pada makhluk hidup yang diduga kingdom baru itu, yang artinya "yang tersembunyi dari kingdom fungi". Diketahui, cryptomycota memiliki tiga fase hidup, yaitu sebagai parasit alga, organisme mandiri yang mencari makanan, dan masa dormansi.
Analisis karakteristik sel juga membuktikan perbedaan cryptomycota dengan jamur. Selain memiliki membran sel, spesies yang termasuk dalam kingdom jamur memiliki dinding sel. Tetapi, analisis histologis membuktikan bahwa cryptomycota tak memiliki dinding sel.
Saat ini ilmuwan memang baru menemukan 10 persen dari semua spesies jamur yang ada, tetapi semua sub-grup jamur sebenarnya sudah ditemukan. Hal ini membuat beberapa ilmuwan yakin bahwa cryptomycota adalah kingdom makhluk hidup baru.
"Ini akan menjadi menarik dengan kontroversi yang nanti akan muncul. Apakah ini merupakan jamur atau bukan?" kata Tim James, ilmuwan dari University of Michigan. Menurutnya, penemuan ini mengejutkan karena mampu mengusik taksonomi jamur.
Untuk membuktikannya, serangkaian penelitian harus dilakukan. Langkah pertama adalah berupaya menumbuhkan cryptomycota di laboratorium sehingga mudah dipelajari. Bila terbukti spesies baru, siswa sekolah menengah harus bersiap dengan tambahan materi di pelajaran Biologi.
Sumber : Kompas
Minggu, 08 Mei 2011
Story Of 8th May '10
Minggu, 01 Mei 2011
Laporan Praktikum Biologi Reproduksi : Fertilisasi Antar Gamet Beda Species
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fertilisasi adalah penggabungan antara 2 gamet yaitu gamet jantan dan gamet betina yang diakhiri dengan bergabungnya nukleus dari 2 gamet tersebut., sehingga terbentuk zigot. Fertilisasi menyebabkan penggabungan seks kromosom sel telur dan spermatozoa untuk penentuan jenis kelamin individu baru. Meskipun berjuta-juta spermatozoa dikeluarkan pada saat pemijahan dan menempel pada sel telur tetapi hanya satu yang dapat melewati mikrofil, satu-satunya lubang masuk spermatozoa pada sel telur. Kepala spermatozoa menerobos mikrofil dan bersatu dengan inti sel telur, sedangkan ekornya tertinggal pada saluran mikrofil tersebut, dan berfungsi sebagai sumbat untuk mencegah spermatozoa yang lain masuk. Spermatozoa juga hanya bisa mengenali sel telur dari jenisnya sendiri. Namun, berbagai teknologi saat ini sering dilakukan untuk melakukan persilangan fertilisasi gamet. Jadi bukan hal yang tidak mungkin bahwa fertilisasi terjadi pada gamet dengan spesies yang berbeda.
Fertilisasi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal. Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik) terjadi karena gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi. Sedangkan fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat) terjadi karena sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah peralatan untuk pengambilan gamet, mangkuk pembuahan, baskom kultur lengkap dengan aerator mengalir, mikroskop/loup, pipet, dan obyek glass. Bahan-bahan yang digunaan adalah induk-induk penghasil gamet dari jenis spesies berbeda, dua jenis gamet jantan dan betina dari jenis berbeda (missal nilem, Osteochillus hasselti, dan tawes, Puntius javanicus), dan medium.
B. Metode
1. Siapkan peralatan kultur
2. Striping induk jantan untuk memperoleh gamet jantan
3. Segera encerkan milt dengan medium Ringer yang disediakan. Buat pengenceran 1 : 100 yaitu satu bagian milt dan 99 bagian medium
4. Gunakan milt encer tersebut untuk fertilisasi telur
5. Telur segar distriping dari induk
6. Untuk pembuahan buatan pertemukan telur segar dan milt encer, kemudian pindahkan ke bak/baskom kultur dan diamati keberhasilan pembuahan buatan
7. Lakukan hal yang sama untuk melihat efektifitas pembuahan dari spesies yang berbeda, yaitu pertemukan telur dari spesies A dengan milt encer dari spesies B.
8. Inkubasikan dan amati selama beberapa hari untuk meyakinkan keberhasilan fertilisasi yang dikerjakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Fertilisasi
Milt | Telur | Hasil |
Tawes | Tawes | Tidak menetas menjadi larva |
Nilem | Nilem | Berkembang, menetas menjadi larva |
Tawes | Nilem | Tidak menetas menjadi larva |
Nilem | Tawes | Tidak menetas menjadi larva |
B. Pembahasan
Masuknya spermatozoa ke dalam ovum disebut pembuahan atau fertilisasi. Setelah spermatozoa masuk, ovum menjadi berhasil (fruitful), tumbuh menjadi individu baru, disebut juga dengan istilah fertilisasi. Ovum yang sudah dibuahi disebut zigot. Perkataan itu berarti berpasangan atau berhubungan. Berasal dari peristiwa berpasangannya kedua pihak kromosom gamet, yakni pihak jantan atau patroklin dan pihak betina atau matroklin. Masing-masing gamet mengandung 1n kromosom, disebut haploid. Setelah terjadi pembuahan zigot terdiri dari sel yang 2n, disebut diploid. Zigot pun mengalami pertumbuhan embryologis (Yatim, 1984).
Telur yang telah berkembang menjadi matang, mampu mengadakan penyatuan dengan sperma, suatu proses yang disebut fertilisasi. Telur dan sperma dari spesies yang sama didekatkan satu sama lain, hal ini untuk mempertemukan kedua gamet tersebut. Gerakan berenang sperma membawanya ke telur. Tiap gamet mengalami serangkaian perubahan selular yang rumit yang menyebabkan dapat masuknya sperma dan menjadi aktifnya telur. Sel telur, tidak seperti halnya dengan sel lain, mempunyai membran vitelin atau pembungkus, yang melapisi membran plasma. Setelah sperma mendekati permukaan telur terjadilah reaksi akromosom. Beberapa spesies membentuk satu atau lebih filamen akromosom yang menembus membran vitelin. Bersamaan dengan hal tersebut, enzim-enzim yang dikeluarkan oleh akromosom melarutkan membran sehingga terjadi jalan masuk. Jika zat dari akromosom itu mencapai membran plasma, maka permukaan telur menonjol keluar dan membentuk kerucut fertilisasi. Membran plasma dari telur dan sperma kemudian mendekat dan daerah sentuhan menjadi rusak sehingga terbentuk jalan bagi nukleus sperma untuk masuk ke dalam sitoplasma telur. Ekor sperma tersebut dapat tertinggal di luar. Pada waktu peristiwa ini berlangsung, permukaan telur mengalami suatu reaksi kortikal yang menyebar dari tempat sentuhan dengan sperma. Mukopolisakarida yang telah tertimbun dalam granula kortikal dilepaskan ke permukaan. Karena zat ini menyerap air dan membengkak maka membran vitelin terangkat dari permukaan telur dan membentuk membran fertilisasi. Hal ini mencegah sperma lain untuk menembus telur (Ville et al., 1988).
Pembuahan atau fertilisasi adalah proses bersatunya sel telur dengan spermatozoa, sehingga penyatuan kedua macam sel kelamin itu menghasilkan makhluk berupa sel baru yang disebut zigot. Pembuahan ini merupakan petunjuk yang mengawali kebuntingan. Berhasil atau gagalnya pembuahan sangat bermakna dalam proses perkembangbiakan. Dalam arti sempit perkembangan embrio vertebrata berawal dari zigot. Ahli embriologi memandang bahwa pembuahan adalah proses mengaktifkan sel telur oleh spermatozoa, walaupun spermatozoa bukan faktor mutlak bagi sel telur untuk membelah diri (cleavage) (Sukra, 2000).
Dalam sitoplasma telur, zat nukleus sperma yang padat membengkak dan membentuk sperma atau pronukleus jantan, yang bergerak menuju telur atau pronukleus betina. Kedua pronukleus tersebut bersatu membentuk nukleus zigot atau masing-masing menyumbangkan kromosomnya pada gelendong pembelahan pertama (Ville et al., 1988).
Akibat masuknya spermatozoa ke dalam sitoplasma sel telur, cairan sitoplasma sel telur berkurang, karena ada cairan yang masuk ke dalam ruang perivitelin sel telur. Pada waktu yang bersamaan kepala spermatozoa menggembung, kemudian menjadi tidak berbentuk, konsistensinya seperti gel, dan ekornya lepas. Perubahan di dalam inti sel, antara lain ada beberapa anak-anak inti yang kemudian bergabung satu dengan yang lain di bagian tepinya. Bentuk inti sekarang menyerupai bentuk inti sel somatik, dan dikenal dengan sebutan pronukleus jantan. Pada beberapa jenis hewan, benda kutub kedua baru dilepaskan setelah ada spermatozoa masuk, setelah itu baru terjadi pembentukan pronukleus. Kedua jenis pronukleus berkembang pada waktu yang tidak begitu berbeda, dan dalam beberapa jam volumnya bertambah. Bagian akhir proses pembuahan adalah menghilangnya anak-anak inti berikut selaput-selaputnya, kromosom maternal mulai tampak kemudian bersatu menjadi satu kelompok. Lama pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan mulai dari masuknya spermatozoa ke dalam sitoplasma sel telur sampai dengan dimulainya pembelahan zigot (Sukra, 2000).
Kebanyakan Avertebrata, Pisces, dan Amphibia mani dikeluarkan jantan dekat-dekat pada telur yang baru saja dikeluarkan betinanya dan serentak. Waktu serentak itu disebut spawning. Karena itu perjalanan di sini pendek sekali. Spermatozoa bergerak aktif dalam medium air untuk mencapai telur, lalu membuahinya (Yatim, 1984).
Bereaksinya kedua macam gamet menyebabkan terjadinya aglutinasi di dekat ovum, lalu memudahkan beberapa ekor bertumbukan dengan ovum. Kemudian seekor akan dapat menerobos masuk. Ketika akrosom menumbuk zona pelusida, terjadi reaki akrosom, dimana akrosin dilepaskan, lalu membran depan akrosom itu hancur, dan membran akrosom di belakangnya akan bersatu dengan oolemma, sehingga inti spermatozoa terbuka jalan untuk masuk. Kemudian inti ovum berubah menjadi pronukleus betina, selaput intinya hilang, lalu mengalami meiosis II. Polosit yang berada di bawah zona pelusida juga mengalami meiosis, akhirnya terbentuk 3 polosit. Pronuklei saling mendekat di poros telur, sedikit lebih dekat ke kutub animal (KA), lalu terjadilah proses karyogami, yakni bergabungnya pronuklei. Mula-mula nuklei masing-masing hilang, selaput inti hilang, dan besar pronuklei sendiri menciut. Masing-masing kromosom mengganda menjadi dua kromatid, yang sentromernya masih satu. Mitosis pun berlangsunglah (Yatim, 1984).
Secara alamiah pembuahan dapat diartikan sebagai proses pengaktifan sel telur oleh spermatozoa. Akan tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa spermatozoa bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan sel telur berkembang menjadi zigot. Intervensi manusia melalui penelitian dan percobaan rekayasa dalam soal ini menunjukkan bahwa makhluk seperti kelinci dan kalkun telah dapat dihasilkan dari sel telur yang tidak dibuahi oleh spermatozoa. Para ahli ilmu keturunan atau genetika beranggapan bahwa terjadinya pembuahan disebabkan ada bahan kebakaan yaitu DNA dalam gen yang masuk ke dalam sel telur. Itulah sebabnya mengapa orang melakukan percobaan pembuahan dengan menyuntikan DNA ke dalam sel telur, seperti percobaan mikroinjeksi DNA atau transfer gen ke dalam pronukleus jantan dari pronuklea oosit. Berhasil tidaknya pembuahan mempunyai arti penting dalam proses perkembangbiakan (Sukra, 2000).
Perlu suasana lingkungan optimum untuk berlangsungnya pembelahan sel. Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi pembelahan. Yang penting di antaranya ialah suhu dan pH medium. Suhu rendah melambatkan proses, suhu tinggi meningkatkannya. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi membuat tak giat membelah atau bahkan bisa mematikan sel. Pada gonad, jika suhu lingkungan terlalu tinggi maka proses pembelahan sel induk benih akan terhalang, dan dapat menimbulkan infertilitas (Yatim, 1984).
Untuk keberhasilan suatu fertilisasi, setiap induk perlu melakukan adaptasi. Adaptasi yang paling penting yang meningkatkan kemungkinan fertilisasi adalah penyerentakan populasi dan pelepasan gamet. Pada banyak hewan air, terjadi fertilisasi eksternal, yang mungkin dilakukan jika individu dari spesies tersebut berkumpul pada masa reproduksi dan sperma dapat dibawa oleh arus air ke telur (Ville et al., 1988).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan hanya fertilisasi dari milt dan telur ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang dapat berkembang menjadi larva. Sementara fertilisasi beda spesies tidak dapat menghasilkan larva. Hal ini dapat disebabkan karena fertilisasi beda spesies memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil berkembang menjadi larva.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Spermatozoa mampu mengaktifkan perkembangan telur dengan terbentuknya zigot.
2. Fertilisasi beda spesies memiliki kemungkinan kecil untuk berhasil diterapkan karena spermatozoa hanya mengenali telur dari spesies yang sama.
Teknik Aglutinasi
Teknik ini merupakan metoda klasik dalam penetapan antibodi. Salah satu syarat untuk reaksi aglutinasi adalah antigen harus berupa sel atau partikel yang larut, sehingga apabila direaksikan dengan antibodi spesifik, akan terjadi gumpalan daripada partikel atau sel tersebut. Teknik ini disebut aglutinasi direk. Akan tetapi karena pada umumnya Ab mempunyai lebih dari satu reseptoe terhadap antigen, maka Ab dapat bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan Ab, sehingga berbentuk gumpalan kompleks Ag-Ab.
Reaksi ini dapat digunakan untuk menetapkan antibodi terhadap Ag yang larut dengan melekatkan dengan antigen ini terlebih dahulu pada suatu partikel yang di sebut ”carrier”. Beberapa jenis partikel yang digunakan dalam teknik ini adalah lateks, eritrosit, karbon dan lain-lain dan dinamakan teknik aglutinasi indirek atau aglutinasi pasif. Apabila digunakan partikel eritrosit untuk melekatkan antigen, disebut teknik Haemaglutinasi (HA).
Suatu modifikasi teknik aglutinasi untuk mendeteksi antigen yang larut adalah uji hambatan aglutinasi (Aglutination Inhibition). Pada teknik ini, serum atau cairan yang akan diperiksa direaksikan terlebih dahulu dengan antibodi spesifik. Setelah itu, baru direaksikan dengan Ag yang dilekatkan pada suatu partikel. Ag yang ada pada serum atau cairan yang diperiksa, mengikat Ab spesifik sehingga Ab tidak mampu lagi bereaksi dengan Ag pada permuikaan partikel dan terjadi hambatan aglutinasi (hasil positif). Apabila dalm serum atau cairan yang diperiksa tidak tedapat Ag, maka antibodi yang bebas dapat bereaksi dengan Ag melekat pada permukaan partikel dan menimbulkan aglutinasi (hasil negatif). Apabila teknik ini menggunakan eritrosit sebgai partikel dinamakan teknik IHA ( Indirect Haemagglutination).
Salah satu contoh teknik aglutinasi direk adalah reaksi Widal, yang merupakan uji serologic untuk menegakkan dignosis penyakit typhus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Uji serologic ini menyatakan adanya antibodi terhadap antigen Salmonella.
Salmonella merupakan kuman yang tersebar luas di sekeliling kita, sehingga besar sekali kemungkinan seseorang terinfeksi tanpa diketahui. Oleh karena itu, kemungkinan besar dalam darah seseorang yang tidak sakit terdapat sejumlah antibodi terhadap Salmonella. Beberapa ahli menyatakan bahwa titer agglutinin 1: 40 (1/40) masih dianggap normal dan titer 1: 80 (1/80) dianggap hanya teinfeksi sangat ringan. Suatu kenaikan titer antibodi sebanyak 4 kali, merupakan indikator adanya infeksi Salmonella yang serius (infeksi berat). Salmonella dapat dikelompokkan dalam 17 golongan berdasarkan antigen O yang dimilikinya. Tetapi ada 5 golongan yang penting untuk infeksi manusia, yaitu golongan A, B, C, D, dan E. Kecuali antigen O, Salmonella juga mempunyai antigen H yang terdapat pada flagella dan antigen Vi yang tidak dipakai untuk mendiagnosis tetapi hanya dipakai untuk mendeteksi carrier.