Darah adalah cairan tubuh yang mengalir dalam pembuluh dan beredar ke seluruh tubuh. Darah pada umumnya terdiri atas unsur-unsur seluler dan matrik cairan yang disebut plasma. Darah terdiri atas plasma dan komponen-komponen seluler yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit dan trombosit. Plasma merupakan cairan yang mengandung ion-ion dan molekul organik meliputi protein, elektrolit, nitrien, materi sampah, zat terlarut dan materi terlarut (Prosser, et al, 1961).
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metode Romanosky (Susatyo, 2000).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang telah dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5 menit. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau yang lain.
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari larutan baku Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan, 2010).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah oleh penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu inti leukosit. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh masing-masing zat warna dari campuran.
- Afinitas untuk methylen blue
- Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik ( ungu).
- Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam ) dikenal sebagai asidofilik atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).
- Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran, secara tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia (salmon-pink smplilac) (Susatyo, 2000).
Ada daftar pustakanya g?
BalasHapus