Minggu, 07 Maret 2010

Apa itu PCR???

Dalam suatu perkuliahan Biologi Molekuler tempo hari, ada teman saya yang menanyakan tentang PCR?? mereka bahkan sama sekali belum pernah mendengar nama itu. Saya yang sudah pernah mendengarnya juga tidak tau apa makna PCR yang lebih terperinci, hanya tau kepanjangannya saja Polymerase Chain Reaction, just know it. . So I want to find more, that is the result:

PCR merupakan singkatan dari Polymerase Chain Reaction atau reaksi rantai polymerase. PCR ditemukan pertama kali oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985. PCR merupakan konsep yang memungkinkan pelipatgandaan segmen DNA dalam tabung dengan bantuan enzim DNA Polimerase. Prinsip terjadinya reaksi akibat adanya sifat komplementasi (berpadanan) rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga tahapan suhu: denaturasi ( pemisahan rantai ), annealing ( penempelan primer ), dan perpanjangan rantai oleh DNA Polimerase. Teknik PCR dapat berjalan dengan baik bila semua komponennya lengkap. Komponen PCR antara lain DNA templat, DNA polimerase termostabil, nukleotida, dan primer. Primer adalah potongan rantai DNA antara 18 – 24 nukleotida yang didesain berkomplemen dengan rantai DNA templat dan menjadi titik batas multiplikasi segmen DNA target. DNA target adalah segmen DNA yang dimultiplikasi dalam reaksi PCR dengan titik batas primer kiri dan primer kanan. Secara teoritik, jika efisiensi reaksi pelipatgandaan seratus persen, dalam putaran ke-30 siklus reaksi rantai ( denaturasi-penempelan-perpanjangan ) PCR akan dihasilkan sebanyak kurang lebih satu milyar molekul DNA target.

Teknik PCR memberikan terobosan signifikan dalam pemanfaatan teknologi DNA khususnya teknologi rekombinan atau rekayasa genetik. Khususnya dalam upaya memperoleh material genetik yang semula hanya bisa dikerjakan melalui kloning dan propagasi dalam sel inang, sekarang dengan cepat dapat diperoleh melalui pelipatgandaan fragmen DNA melalui PCR.

Aplikasi PCR sangat banyak dan menyebar ke berbagai arah sepanjang sample yang dikerjakan berasal dari bahan atau komponen biologis misalnya manusia, hewan, tumbuhan dan mikroba termasuk virus. Reaksi komplementasi DNA terjadi sangat spesifik sedemikian rupa sehingga dapat dipakai dalam diagnosis pendeteksian adanya kontaminasi virus dalam sampel biologis yang diteliti.

Teknik PCR telah mampu merevolusi berbagai aspek dalam riset termasuk diagnosis efek genetik, kelainan metabolik, penyakit bawaan, hingga deteksi keberadaan virus penyebab AIDS di sel manusia. Teknik yang sama telah dipakai oleh ahli forensik dalam menemukan kaitan pelaku kejahatan dengan membandingkan sample darah, semen, atau rambut pelaku dengan yang ditemukan di tubuh korban.

Dalam aspek diagnostik (molekul) misalnya, teknologi DNA berbasis PCR memberikan terobosan penting karena material genetik relatif lebih awet dan tahan ketimbang molekul biologis protein. Di samping itu, deteksi DNA memberikan spesifitas dan kesensitifan seribu kali di atas teknik enzimatik Elisa ( enzyme-linked immunosorbent assay ). Tahapan pengerjaan PCR secara umum yaitu isolasi DNA (atau RNA), pengecekan integritas isolat DNA (atau RNA) secara spektrofotometrik dan elektroforesis agarosa, pencampuran komponen reaksi PCR, pemrograman mesin PCR, amplifikasi reaksi, dan deteksi/evaluasi hasil reaksi.

Dalam aspek lingkungan teknik PCR menyumbang signifikan bioremediasi ( pemulihan lingkungan berbasis biologis ). Dalam aspek terapeutik misalnya dalam apa yang diistilahkan sebagai molecular farming ( pengembangan pertanian berbasis biologi molekul ), personalised medicine SNP (single nucleotide polimorphism), pengobatan anti-sense RNA terhadap penyakit AIDS

Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap siklus terdiri dari tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.

2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.

3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase (P pada gambar) yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.

Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1 kemudian perkembangan terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar