Jumat, 25 Januari 2013

Mekanisme Timbulnya Cacat Akibat Pencemaran Gas Yang Dihirup

Timbulnya cacat akibat pencemaran gas yang dihirup misalnya gas pada 2,5-Hexanedione (2,5-HD) yaitu metabolit aktif dari n-Hexane atau 2-Hexanone Dalam bidang industri, senyawa ini digunakan sebagai pelarut cat, pernis, lem pada industri sepatu dan untuk ekstraksi minyak sayur. Selain itu 2,5-HD digunakan sebagai senyawa pembersih dalam industri tekstil, percetakan, furniture, untuk dry-cleaning pakaian, menghilangkan oli pada mesin dan lain-lain (Chipmen, 1991). Bila seorang ibu hamil menghirup gas 2,5-HD yang digunakan sebagai pelarut cat akan menyebabkan efek teratogen pada janin yang dikandungnya. Gas 2,5-HD akan masuk  ke saluran pernafasan ibu hamil, lalu masuk ke peredaran darah dan melewati barier plasenta menuju ke janin.
Seperti pada pernyataan Bus et al. (1979) yang menyatakan bahwa 2,5-HD yang diberikan pada mencit bunting selama organogenesis bersifat teratogenik pada dosis 1000 ppm (0,1%) dan dijumpai adanya fetus resorpsi dan abnormalitas perkembangan fetus yaitu timbulnya kelainan organ eksternal walaupun secara statistik tidak signifikan. Kelainan eksternal yang paling banyak adalah hemoragi. Hemoragi dalam penelitian yang dilakukan oleh Susantin et al. (2005) yang meneliti efek 2,5-HD pada mencit, dijumpai hemoragi di daerah punggung, tungkai depan dan belakang, kepala dan perut (Gambar 1). 

Hemoragi terjadi karena adanya pendarahan abnormal di bawah kulit. Perdarahan tersebut terjadi karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Pecahnya pembuluh darah disebabkan vasokontriksi yang berakibat pada penyempitan lumen pembuluh darah sehingga tidak dapat menahan tekanan dan akhirnya pecah (Brace, 1984). Dengan demikian senyawa 2,5-HD yang diberikan pada induk mampu melewati barier plasenta dan masuk kedalam sirkulasi darah fetus sehingga menyebabkan kenaikan tekanan darah. Hal ini dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan akibatnya terjadi hemoragi. Sehingga dapat dikatakan bahwa 2,5-HD merupakan salah satu agen yang menyebabkan hemoragi pada fetus mencit.
Kelainan eksternal lain yang dijumpai adalah eksensefali. Fetus yang mengalami eksensefali disebabkan oleh degenerasi sel-sel neuroepitel dan terganggunya proliferasi sel-sel mesenkim daerah kepala yang menyebabkan jumlah sel-sel mesenkim menjadi berkurang. Sehingga ektoderm neural tidak dapat melipat untuk membentuk bumbung neural dan akibatnya terjadi eksensefali (Hayasaka dan Kemeyana dalam Mufidah, 2003).
Selain hemoragi dan eksensefali, juga dijumpai kelainan yang disebut dengan meromelia, yaitu tungkai depan hanya berkembang sebagian. Meromelia disebabkan oleh terhentinya pertumbuhan dari sel-sel mesenkim dibawah REA (rigi ektodermal apeks), yang diinduksi oleh teratogen (Sadler, 1997). Teratogen menghalangi proliferasi di bawah REA. Menurut Rugh (1968), masa yang paling sensitif pada pembentukan appendik pada fetus mencit adalah hari kebuntingan ke-12. Pada saat ini lempeng kaki berbentuk poligonal dan terjadi kematian se-sel di lipatan ektoderm tepi sehingga menbemtuk percabangan yang pada akhirnya membentuk jari-jari. Gambar 2. di bawah ini menunjukkan fetus yang mengalami kelainan eksternal akibat inhalasi 2,5-HD pada tikus bunting.

DAFTAR REFERENSI
Brace, E.R. 1984. Penuntun Populer Bahasa Kedokteran, Penerbit Angkasa, Bandung.
Chipmen, K. 1991. n-hexane. Geneva: World Health Organization.
Mufidah, N. 2003. Pemanfaatan Kurkumin untuk Mengeliminir Pengaruh Nikotin Terhadap Kelainan Organ Eksternal Pralahir Mencit (Mus musculus L). Jember: FKIP Universitas Jember.
Rugh, R. 1968. The Mouse: its reproduction and Development. Minnea pollis: Burgers publishing Co.
Sadler, T.W. 1997. Embriologi Kedokteran Langman. Terjemahan Joko S. (1995) dari Langman’s Medical Embriologi Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Susantin, F., Mahriani, dan Suprihatin. 2006. Efek Teratogenik 2,5 Hexanadione Terhadap Perkembangan Fetus Mencit (Mus musculus). Jurnal Ilmu Dasar 7 (1): 52-58.


Laporan Praktikum Anatomi Eksperimental

Materi Kuliah Anatomi Eksperimental

Regenerasi Pada Planaria


Pada hewan-hewan tertentu bagian tubuh yang disayat/dibuang/hilang, dapat diperbaiki dengan sempurna melalui proses regenerasi. Dalam hal ini tampak bahwa kemampuan tumbuh dan diferensiasi tidak terbatas pada embrio saja, tetapi dapat sampai dewasa bahkan seumur hidup organisme tersebut. Pada regenerasi, umumnya polaritas dipertahankan. Contoh hewan yang memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi adalah Planaria (Riyandi, 2012).
Planaria biasanya terdapat di daerah rawa, atau di aliran sungai yang mengalir. Planaria dapat ditemukan pada aliran air yang tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak sinar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baharudin (2008) yaitu kecepatan arus mempengaruhi keberadaan planaria karena pada kolam yang tenang tidak ditemukan sama sekali planaria. Namun, pada perairan yang mengalir terdapat banyak planaria, walaupun yang paling banyak ditemukan planaria adalah di daerah aliran yang tidak terlalu deras. Lingkungan habitat yang paling disukai planaria ternyata di daerah perairan air tawar yang mengalir tidak terlalu deras (adanya kecepatan arus) dan jernih, disamping itu juga ekosistemnya lengkap baik biotik maupun abiotik. Lingkungan biotik seperti adanya tumbuhan rumput air, hewan-hewan kecil yang ada di air tersebut. Sedangkan lingkungan abiotik seperti adanya batuan, pasir dan ranting-ranting kayu, serta sampah organik bekas daun-daunan.
Cara memancing planaria keluar dari persembunyiannya adalah dengan menggunakan hati ayam segar sebagai umpan. Hati ayam segar dipasang pada lidi kemudian ditancapkan kedalam tanah yang terdapat aliran air yang tidak terlalu deras. Hati ayam sedikit dihancurkan agar lebih merangsang planaria untuk mendekati umpan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemoreseptor pada planaria. Seperti menurut Collins dan Harker (1999) yang menyatakan bahwa Planaria menggunakan kemoreseptor untuk menemukan makanan. Mereka bergerak baik menuju atau jauh dari konsentrasi terlarut bahan kimia yang berhubungan dengan makanan. Tyler (2000) menambahkan bahwa kemoreseptor planaria terdapat pada auricle (seperti telinga) yang terdapat pada bagian kepala.
Menurut Tyler (2000), terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk mengkoleksi planaria, tetapi biasanya jarang dilakukan, yaitu dengan membawa massa vegetasi yang terendam dari sungai atau danau. Vegetasi harus dijaga dan ditutupi dengan air hingga membusuk. Jika muncul planaria, akan berkumpul di permukaan air dan di sepanjang sisi wadah dan kemudian planaria-planaria tersebut dapat diambil menggunakan kuas lembut.
Dalam laboratorium, planaria harus diutamakan dalam kondisi yang bersih. Planaria harus ditempatkan di air pada baskom gelas atau panci dan dijaga dalam kondisi yang gelap. Air tidak boleh berasal dari air kran karena terdapat kandungan klorin yang menyebabkan racun bagi planaria yang sangat sensitif. Air dari sumber mata air atau dari sumur atau air dari tempat koleksi asal dapat digunakan dan air diganti selama 2 atau 3 kali dalam seminggu. Setiap kali air diganti, wadah harus diganti atau dibersihkan untuk menghilangkan penumpukan material yang berasal dari mucus-mukus yang disekresikan planaria (Tyler, 2000).
Tyler (2000) juga menyebutkan bahwa jika planaria akan digunakan untuk eksperimen dengan waktu yang lama harus diberi makan satu atau dua kali seminggu. Sekali seminggu sudah cukup untuk memelihara kultur planaria tersebut. Dua kali seminggu hanya dibutuhkan jika ingin meningkatkan kualitas stok. Planaria dapat diberi makan hati ayam segar atau hati sapi segar atau dapat juga menggunakan kuning telur. Pakan pada wadah harus diambil setelah 2-3 jam untuk mencegah terkontaminasinya air dari bakteri. Selain itu untuk melakukan percobaan regenerasi, planaria harus dipuasakan selama seminggu. Hal ini akan mengosongkan usus dari makanan  dan akan mencegah kontaminasi bakteri selama periode pemulihan. Planaria tidak boleh diberi pakan kembali hingga regenerasi selesai.
Pemotongan planaria dapat dilakukan menggunakan 5 modifikasi pemotongan yaitu : 1) secara transversal pada bagian median atau setengah bagian tubuh, 2) dipotong secara transversal di bawah farink dan bagian ekor sedikit dipotong secara longitudinal, 3) dipotong secara transversal di atas farink dan bagian atas sedikit dipotong secara longitudinal, 4) dipotong secara transversal di bawah  farink dan bagian atas sedikit dipotong secara longitudinal, dan 5) dipotong sedikit pada bagian kepala secara longitudinal. Kelima modifikasi pemotongan tersebut berhasil dilakukan dan setelah 2 minggu terdapat blastema yang menandakan bahwa planaria telah melakukan proses regenerasi.

      
    




Mekanisme regenererasi pada planaria dimulai dari penutupan dan penyembuhan luka. Luka akan tertutup oleh kontraksi otot pada dinding tubuh. Proses ini akan memakan waktu 10 menit. Epitel akan mengobati luka dengan aktif menyebar pada luka dan proses ini akan berlangsung selama 20 menit. Ketika terjadi penyembuhan luka, akan terbentuk blastema. Blastema merupakan kumpulan dari sel-sel yang belum terdiferensiasi yang akan berdiferensiasi saat ada bagian tubuh yang hilang atau rusak. Sel-sel dari blastema disebut neoblast. Neoblast merupakan sel-sel embrionik seperti stem sel yang ditemukan di seluruh tubuh dan menunggu tugas untuk melakukan regenerasi. Ketika pemotongan terjadi, neoblast akan segera menuju daerah luka akibat pemotongan tersebut untuk membentuk blastema. Hal ini membuktikan bahwa neoblast dapat bermigrasi dari bagian yang lebih jauh. Pada dasarnya sel-sel dari blastema dapat melakukan mitosis dengan cepat. Pada hewan yang berada pada suhu 22-24oC, blastema akan terbentuk selama 1-2 hari dan akan terlihat selama 3-4 hari berupa area yang tidak berpigmen. Waktu kejadian tersebut tergantung dari suhu, ketika suhu rendah maka akan semakin lama terlihat. Pada 22-24oC, proses diferensiasi terjadi dengan cepat dan pada 4-6 hari dapat terlihat struktur yang telah mengalami diferensiasi pada area regenerasi. Setelah 2-3 minggu, regenerasi telah selesai dilakukan dengan dibuktikan adanya pembentukan kembali proporsi tubuh yang normal (Tyler, 2000).
Tipe regenerasi dimana bagian yang hilang dibentuk kembali dari sel-sel yang belum terdiferensiasi disebut epimorfosis. Proses ini berkebalikan dengan proses regenerasi yang lain yaitu morfalaksis dimana sel-sel yang telah terdiferensiasi kembali dibentuk menjadi bentuk yang baru. Tipe regenerasi planaria adalah epimorfosis, tetapi ada sedikit kontribusi proses morfasaksis karena beberapa penelitian mengindikasikan bahwa proses morfalaksis mungkin berperan penting dalam proses regenerasi planaria (Chandebois, 1984).
Planaria bersifat fototaksis negatif atau menjauhi cahaya ketika cahaya mengenai kepala. Hal ini menurut Collins dan Harker (1999) disebabkan karena planaria memiliki fotoreseptor yang terdapat pada lengkung mata yang dapat mendeteksi arah dan intensitas cahaya. Selain itu perilaku lain dari planaria adalah ketika tubuh planaria dikenai arus, maka planaria akan mendekati arus tersebut, hal ini disebabkan karena planaria memiliki sifat rheotaksis positif. Menurut Pearl (1903), planaria akan bersifat rheotaksis positif jika arus air mengenai bagian kepala atau bagian anterior tubuh.

DAFTAR REFERENSI
Baharudin. 2008. Pengaruh perbedaan jenis makanan dan kecepatan arus terhadap keberadaan planaria. Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Jakarta.
Chandebois, R. 1984. Intercalary regeneration and level interactions in the freshwater planarian, Dugesia lugubris. II. Evidence for independent antero-posterior and medio-lateral self-regulating systems. Roux Arch. Dev. Biol. 194: 390–396.
Collins, L. T., dan B. W. Harker. 1999. Planarian behavior: A student-designed laboratory exercise. Pages 375-379, in Tested studies for laboratory teaching, Volume 20 (S. J. Karcher, Editor). Proceedings of the 20th Workshop/Conference of the Association for Biology Laboratory Education (ABLE), 399 pages.
Pearl, R. 1903. The Movements and Reactions of Freshwater Planarians: a Study in Animal Behaviour. J. & A. Churchill, London.
Riyandi, H. 2012. Metamorfosa Katak dan Regenerasi Planaria. http://neoviologian.blogspot.com/2012/09/metamorfosa-katak-dan-regenerasi.html. Diakses pada tanggal 12 Januari 2013.
Tyler, M. S. 2000. Developmental Biology, A Guide for Experimental Study. Sinauer Associates, Inc. Publisher, Sunderland.